Pengabdian Seorang Ayah

(Foto dokumentasi/Azizah)
Setiap ayah akan menjaga dan melindungi anak dan keluarganya, begitulah tugas seorang ayah. Namun bukan hanya itu, ayahku juga turut menjaga dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya ayahku adalah seorang tentara.

Terlahir menjadi anak seorang tentara tentu bukanlah pilihan tetapi sebuah ketetapan yang telah digariskan. Sejak kecil beliau selalu menanamkan nilai-nilai keprajuritan seperti kedisiplinan kepada anak-anaknya. Setiap kesalahan yang kami lakukan pasti akan ada hukuman yang akan kami terima. Beliau mendidik kami dengan keras menjadikanku anak yang tak mudah menyerah dengan sebuah kegagalan.

Mengabdi kepada negara membuatnya harus selalu siap menjalani tugas yang dibebankan kepadanya kapan pun dan di mana pun. Masa kecilku tak banyak ku habiskan bersamanya karena tugas yang mengharuskannya berangkat pagi buta dan pulang larut malam. Hal itu pun selalu saja terulang sampai aku dewasa. Namun papa selalu menyempatkan waktu untuk sekadar bercengkrama dan membahagiakan anak-anaknya ketika libur tiba.

Memiliki jabatan yang cukup tinggi di kantornya tak membuatnya menyalahgunakan jabatannya, ia justru dekat dengan anak-anak buahnya, bahkan penjual makanan dan minuman kantin pun selalu disapanya. Ia terkenal sangat ramah di kantornya.

 Tak hanya itu, ia sosok yang sangat loyal, Bagaimana tidak pernah suatu waktu ketika hari libur lebaran tahun lalu kami sudah berada di kampung halaman ayah di Ponorogo, beberapa hari setelah hari raya idul fitri seharusnya beliau masih libur dari tugasnya. Tetapi tiba-tiba ia dapati telepon dari gawai yang mengharuskannya pergi kembali ke Jakarta untuk kembali bertugas karena tidak ada yang dapat menggantikan, hari itu juga beliau memesan tiket untuk pergi ke Jakarta meninggalkan keluarga besar di Ponorogo demi bertugas untuk negaranya tercinta.

Detik demi detik terus berjalan, kehangatan dan ketenangan dalam didikan dan rangkulan kasih sayang ayah benar benar kami rasakan. Namun waktu seakan berhenti ketika aku mengetahui bahwa ayah harus ditugaskan dinas di luar Jawa ,yaitu tepatnya di Papua.

Hari itu aku tak rela bahwa aku akan dipisahkan oleh sosok yang aku sayangi. Aku marah dengan keadaan, keadaan yang membuatku kembali jauh darinya. Kesedihan dan kekhawatiran seakan bercampur baur melebur menjadi satu tak dapat terbendung. Hanya air mata yang tak sengaja jatuh yang mengambarkan perasaanku saat itu.

Selang beberapa bulan setelah beliau bertugas di Papua, kerinduan seakan menyeruak ke dinding-dinding kamar dan semakin lama semakin terasa, rasa sesak di dada dan kesedihan  kerap kali menyapa setiap mengingat akan sosok dirimu, jarak yang terbilang sangat jauh membuatku tak dapat lagi membohongi diri bahwa sebenarnya aku rindu, aku rindu kehangatanmu.

Usianya yang tak lagi muda menjadikanku khawatir akan fisik dan kesehatanmu di sana, latihan fisik yang keras dan dinas yang tak kenal waktu seringkali membuatmu jatuh sakit. Ketakutanku semakin menjadi saat  mengetahui wilayah Papua sangat sering terjadi konflik senjata dan tentara yang bertugas seringkali menjadi korban dari peristiwa tersebut. Nyawamu kau pertaruhkan demi negara tercinta. Hanya doa yang selalu kupanjatkan untukmu ayah. Semoga Allah senantiasa menjagamu.

Dari sosokmu aku belajar bukan emas permata dan harta melimpah yang kau kejar, tetapi pengabdian dan manfaat untuk kehidupan negeri adalah hal yang terindah untukmu. Ayah meski baktimu hanyalah sebatas seorang prajurit yang menjaga dan melindungi negara, namun jasamu patut diapresiasi, terima kasih ayah telah menjadi anutan baik di kantor maupun di keluarga.

Jayalah selalu Tentara Republik Indonesia, jayalah negeriku Indonesia, dan jadilah anutan untuk keluargamu, aku bangga padamu ayah. Kaulah ayah terhebat.


 Feature ini sudah pernah diposting pada 19 Mei 2019, baca feature disini https://bandungberita.com/pengabdian-seorang-ayah/ )

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Ternyata berat juga menjadi seorang tentara karena harus meninggalkan keluarga😭 Sehat selalu Papa Azizzah

    BalasHapus